Ora
mokal Blitar dadi kembang lambe
Ora mokal akeh
sing padha nyatakne
Yen to geni ngurubake
semangate
Yen to banyu
nukulake patriote
Penggalan bait tembang jawa tentang kota Blitar di atas lah yang
akan menghantarkan penulis menuliskan paragrap berikutnya, Blitar kota kecil
dengan sejuta pelajaran sejarah, budaya dan semangat masyarakatnya. Sehingga
tidak heran jika kota Blitar banyak menjadi buah bibir (kembang lambe) orang-orang
sekitaran Kabupaten Blitar dan banyak yang ingin datang ke kota Patria untuk
membuktikan langsung.
Berawal dari rutinitas
tahunan yang diadakan oleh Pusat Kajian Filsafat dan Theologi (PKFT) Tulungagung,
saya – penulis bisa menginjakan kaki dikota Blitar khususnya Desa Semen
Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar dengan tujuan “kampung Pengetahuan”. Pertama memasuki Desa Semen saya dan
teman-teman PKFT disuguhi pemandangan alam yang indah dan terlihat dari jalan,
persawahan milik petani dengan berbagai macam tanaman yang Nampak sangat hijau
dan segar. Yang lebih memukau lagi dengan ditambah jernihnya mata iar sungai
yang mengalir disepanjang pinggiran persawahan.
Dengan pengamatan
kaca mata penulis di atas, saya – penulis
jadi teringat kampung halaman-nya (Magetan) dimana juga terdapat tanah
yang tidak kalah humus dan gembur sehingga banyak tanaman yang tumbuh subur dan
hijau disana.
Namun, ada satu
yang membuat penulis iri dengan Desa Semen ini yaitu kerukunan dan loyalitas
masyarakatnya dalam membangun desa. sampai-sampai desa ini menjadi Kampung
Wisata Ekologis (KWE), sebauh kampung yang dihuni kurang lebih 300 kepala
keluarga ini bukan hanya memiliki satu
keyakinan, dalam artian mereka ada yang beragamakan Islam, Kristen dan Hindu
kesemuanya bernaungkan dalam satu atap yaitu Desa Semen. Mereka hidup saling
berdampingan namun tidak ada yang mempermalasahkan dari perbedaan keyakinan
tersebut. Mereka tetap hidup rukun dan saling gotong royong untuk membangun
desa.
KWE merupakan hasil kreatifitas dan keuletan
masyarakat Desa Semen dalam membangun desa. dulu hanya nampak seperti desa-desa
biasa saja namun sekarang sudah disulap menjadi kampung ekologis. KWE yang dulu
hanya beranggotakan segelintir orang pecinta alam yang memiliki inisiatif untuk
mengembangkan tanaman anggrek hasil dari pemungutannya dialam kini sudah lebih
maju dan mengembangkan sayapnya seperti sudah adanya kelompok tani, kelompok
peternak sapi perah, mendo Aji, dan kelinci ta’awun. Dari semuanya itu merupakan bentukan dari
yang dulunya belum ada dan sekarang menjadi ada. Maksudnya dulu yang kebanyakan
masyarakat Desa Semen hanya sibuk dengan pekerjaan ladangnya namun sekarang
mereka bisa lebih dipadatkan dengan adanya sector-sektor baru tersebut. Meskipun
dari kesemuanya itu adalah hal yang baru tapi, masyarakat Desa Semen juga tidak
meninggalkan hal yang sudak ada. Seperti halnya mereka tetap nguri-nguri budaya
yang telah ada seperti budaya Jaranan, Langgeng Beksan, Wayang Kulit, Wayang Orang,
Mocopat dan tari-tarian Tradisionol.
Dengan melihat
kearifan budaya local dan kekayaan alamnya itu tidak jarang orang luar daerah
yang datang untuk melakukan stady banding ke desa tersebut. Bahkan katanya dulu
ada mahasiswa sosiologis dari Universitas Brawijaya malang yang menjadikan KWE
sebagai laboratorium sosiologis luar biasa bukan.
Kunci dari semuanya
itu adalah keapikan masyarakatnya dalam merangkul seluruh aspek penduduk desa
baik dari latar belakang tertentu maupun dari perbedaan yang ada. Sehingga mereka
tidak udur-uduran dan saling menyalahkan. Dan berkat itu semua mereka
mampu menciptakan kampung yang memang benar-benar berkwalitas luar biasa.
Seandainya saja
masyarakat desa tempat tinggal saya memiliki kesadaran yang sedemikian rupa,
pastilah sekarang Desa Joso Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan sudah menjadi
bahan bibir dan sorotan media.
Mungkin hanya itu
saja yang dapat otak udang ini sampaikan mengingat keterbatasan yang dimiliki
sehingga nanti jika kalian datang ke Kampung Wisata Ekologis ini kalian bisa
belajar lebih banyak dan kalian juga bisa bertanya-tanya tentang KWE
diseketariatan Puspa Jagad yang berada di Desa Semen.
Berhubung saya
datang ke-sana tidaklah sendirian dan mungkin mereka juga telah menuliskan
hasil dari pengamatan dan belajar mereka masing-masing sehingga nantinya mereka
akan balik menandai saya dan tentunya dengan gaya bahasa khas mereka sendiri
sehingga akan terciptalah tulisan-tulisan yang lebih beragam dari Kampung
Wisata Ekologis (KWE) ini.
“penulis adalah santri Pusat Kajian Filsafat dan Theologi
(PKFT)Tulungagung, dan juga pelajar aktif dalam dunia literasi. Penulis
berasaal dari Magetan Jawa Timur”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar